Kamis, 17 Juli 2008

Bina Lingkungan

“Binaaaa….. lingkungan sehat, masyarakat sentosa…..” . ini adalah sepotong bait lagu Mars Hidup Sehat. Memiliki makna yang agung, mempunyai pesan yang jelas dan implikasi yang luas.

Bina lingkungan memiliki konotasi miring ketika masa orde baru. Bina lingkungan sering diartikan mengikut-sertakan anak, keponakan, teman dan lainnya dalam penyelenggarakan proyek. Atau, mengakomodasi permintaan pejabat untuk menitipkan anak, saudara, dll agar diterima di sebuah institusi pendidikan atau agar diterima sebagai karyawan di sebuah perusahaan. Seringkali, permintaan ini disertai dengan intimidasi dalam bentuk yang beragam.Tetapi, sudahlah, kita tidak perlu bahas bina lingkungan semacam ini.

Kalimat “Bina lingkungan sehat” dalam Mars Hidup Sehat, mestinya menjadi panduan utama bagi Departemen Kesehatan di dalam pelaksaan pembangunan kesehatan. Semua tenaga kesehatan faham bahwa derajat kesehatan dipengaruhi oleh empat factor, dan terbesar dipengaruhi oleh lingkungan. Visi Indonesia Sehat 2010 jelas sekali menempatkan aspek lingkungan sehat sebagai sasaran pembangunan, yakni berperilaku sehat di lingkungan yang sehat dan pelayanan yang adil-merata.

Tapi apa mau dikata, Program Desa Siaga yang seharusnya juga membina lingkungan sehat, ternyata baru membina “ibu hamil dan bayi yang sehat”. Rupanya lupa bahwa agar ibu dan bayi yang sehat sangat di pengaruhi oleh kondisi lingkungan. Tegasnya, Program Desa Siaga mestinya tidak hanya mendayagunakan Bidan, tetapi juga harus mendayagunakan Sanitarian.

Lebih ironis, bila bina lingkungan sehat, tidak di tangani oleh Departemen Kesehatan. Gejala ini tampak bila mencermati pencanangan Tahun Sanitasi Internasional 2008, dimana Depkes bukan menjadi leading sector –nya. Kalau sudah begini, lalu muncul pertanyaan “Yang salah bait lagu Mars nya ?” atau “Depkes yang belum konsisten dengan Mars nya?”

Pohon Sakti Temuan Sanitarian

Ada sepotong pengalaman menarik ketika melihat proyek penebangan pohon pelindung di kanan-kiri jalan yang akan disulap menjadi rimba baja dan beton sebagai papan iklan dan reklame.

Umumnya pohon akan rubuh bila digergaji, tetapi pohon yang satu ini tak mempan oleh gergaji "sandsaw". Benar-benar sakti. Buktinya, si Tukang tebang pohon sempat mengeluarkan sumpah serapah ketika gagal merubuhkan pohon tersebut, bahkan gergajinya malah rontok. bukan karena ada makhluk halus yang berdiam di pohon ini, melainkan dalam batang pohon tadi ada banyak belitan kawat duri.

Semula kawat duri dimaksudkan untuk melindungi batang pohon dari gangguan anak usil yang sering memanjat untuk mengambil buahnya Rupanya belitan kawat duri telah tenggelam oleh semakin membesarnya pohon, karena bertambahnya usia. Kawat duri inilah yang menyebabkan pohon ini menjadi sakti mandraguna. Kebal gergaji dan kapak.

Hikmah dari kasus ini adalah: kalau kita ingin agar pohon pelindung di kanan-kiri jalan tetap kokoh berdiri, maka saya berani merekomendasikan agar pohon-pohon tersebut dipasangi kawat berduri. Kawat duri ini melindungi agar ketika pohon masih kecil tidak digunakan untuk main panjat-panjatan. Ketika pohon semakin tua, semakin membesar kawat duri akan tertelan, maka pasang lagi, dan seterusnya, sehingga menjadi sakti.

Saya jamin, si Tukang tebang pohon tidak akan berani untuk merubuhkannya. Para tukang tebang akan berpikir seribu kali untuk menebangnya, meski diperintah oleh pak Bupati. Pohon pelindung ini akan selamat dari kehancuran oleh kerakusan dengan dalih peremajaan atau pembangunan.

Barangkali ada yang tidak sependapat dengan ide ini, alasannya, kawat duri dapat menghambat tumbuh kembang pohon. Sebaliknya, saya berpendapat, justru kawat duri bertindak semacam immunisasi. Agar pohon menjadi kebal gergaji. Pohon menjadi Sakti.

Rabu, 16 Juli 2008

Bahaya dan Solusinya penggunaan Styrofoam

Styrofoam, atau polistiren ekspandid (EPS), mengandung beberapa zat berbahaya yang dapat merusak kesehatan manusia jika terpapar dalam jumlah yang besar dan dalam jangka waktu lama. Beberapa zat berbahaya pada styrofoam antara lain:

  1. Stirena: Bahan kimia ini digunakan dalam proses produksi styrofoam dan dapat terlepas dari produk Styrofoam ketika terkena panas atau bahan kimia tertentu. Pajanan stirena dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan iritasi mata, hidung, tenggorokan, serta gangguan sistem saraf pusat.

  2. Benzena: Benzena adalah senyawa organik yang beracun dan karsinogenik. Zat ini dapat terbentuk selama pembakaran styrofoam atau saat membuang styrofoam ke tempat pembuangan sampah yang tidak terkelola dengan baik.

  3. Klorodifluorometana: Senyawa ini juga dikenal sebagai R-22, dan digunakan pada proses manufaktur styrofoam. Senyawa ini merupakan gas rumah kaca dan telah dilarang penggunaannya di banyak negara karena membahayakan lapisan ozon.

  4. Hidrofluorokarbon (HFC): Zat ini digunakan sebagai alternatif untuk klorodifluorometana pada beberapa jenis styrofoam. Namun, HFC juga merupakan gas rumah kaca dan dapat merusak lapisan ozon.

Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan untuk mengurangi penggunaan styrofoam dan memilih bahan alternatif yang lebih ramah lingkungan, seperti daur ulang kertas atau bahan-bahan biodegradable. Jika terpaksa menggunakan styrofoam, pastikan untuk membuangnya dengan benar agar tidak mencemari lingkungan dan kesehatan manusia.


Memusnahkan limbah styrofoam dengan aman dan ramah lingkungan bisa dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya:

  1. Daur ulang: Styrofoam dapat didaur ulang menjadi produk baru seperti bahan bangunan, peralatan rumah tangga, dan barang lainnya. Namun, daur ulang styrofoam memerlukan teknologi yang canggih dan terkadang sulit ditemukan di beberapa daerah.

  2. Penggunaan mesin penghancur styrofoam: Beberapa perusahaan telah mengembangkan mesin khusus untuk menghancurkan dan mengompresi limbah styrofoam menjadi bentuk padat yang lebih mudah diolah dan dibuang.

  3. Pembakaran: Pembakaran styrofoam tidak disarankan karena dapat menghasilkan gas beracun seperti stirena dan benzena serta membentuk partikel-partikel berbahaya. Namun, jika tidak ada pilihan lain, maka pembakaran secara terkontrol dan menggunakan teknologi yang tepat dapat dilakukan untuk menghilangkan limbah styrofoam.

  4. Menggunakan metode biodegradasi: Metode biodegradasi melibatkan penggunaan bakteri dan jamur dalam menguraikan limbah styrofoam menjadi senyawa organik yang lebih mudah diurai. Namun, metode ini masih dalam tahap pengembangan dan belum banyak digunakan secara komersial


Memanfaatkan kembali atau menggunakan kembali limbah styrofoam dapat membantu mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dan meningkatkan keberlanjutan lingkungan. Beberapa cara untuk memanfaatkan kembali limbah styrofoam antara lain:

  1. Penggunaan kembali dalam pengiriman: Styrofoam dapat digunakan kembali sebagai bahan pelindung dalam pengiriman barang. Namun, pastikan untuk membersihkan dan mendaur ulang styrofoam sebelum digunakan kembali.

  2. Dijadikan bahan bangunan: Limbah styrofoam dapat dijadikan bahan untuk membuat batu bata ringan atau campuran beton untuk proyek konstruksi.

  3. Dibuat menjadi mainan atau hiasan: Limbah styrofoam dapat diubah menjadi berbagai macam produk seperti puzzle, bola, atau dekorasi hiasan.

  4. Dijadikan bahan isolasi: Styrofoam dapat digunakan kembali sebagai bahan isolasi pada atap dan dinding rumah.

  5. Daur ulang: Limbah styrofoam dapat didaur ulang menjadi produk baru seperti bahan bangunan, peralatan rumah tangga, dan barang lainnya.