Kamis, 03 Oktober 2013

Sejarah Kesehatan Lingkungan

Sejarah Kesehatan Lingkungan(Oleh : Sugeng Abdullah)

Pengantar :Tulisan dibawah ini berupa rentetan tahun peristiwa (time line) yang berhubungan atau dihubungkan dengan kesehatan lingkungan. Sesungguhnya hanya sebagai umpan bagi pembaca untuk dapat memberikan koreksi dan tambahan materi dalam rangka menyusun “Sejarah Kesehatan Lingkungan”.
Pembaca diharapkan dapat berperan aktif dalam diskusi yang digelar via milist sanitarian_indonesia@yahoogroup.com. Diskusi ini diniatkan sebagai bentuk kegiatan Peringatan HKN 2010.

A. Umum (di dunia)- Tahun 3000 sm (Minoa & Kreta) dan 1500 sm (Mesir & Yahudi) : telah ada pembuangan air limbah, pengaturan air minum, WC umum.
- Zaman Romawi Kuno : ada semacam IMB, pencatatan hewan piaraan.
- Abad I – VII : mulai memperhatikan lingkungan dalam mengatasi epidemi/endemi penyakit.
- Buku Zon airs, waters and places (Hipocrates, 2400 t yl) : hubungan timbal balik antar penyakit dan lingkungan.
- Abad XVII : beberapa negara di Eropa membuat UU Sanitary Legeslation serta penerapan militery hygiene.
- Abad XVII : Pada masa ini telah diterapkan lapangan hygiene dan social medicine. Terjadi gerakan secara besar-besaran bidang kesehatan masyarakat di Inggris yang disebut Public hygiene.
- Di Perancis lahir sebuah dewan yang bernama : Council of Publick Hygiene (UU 1789 – 1791)
- Sanitary Condition of The Labouring Population of Great Britain (Edwin Chadwick, 1842) : Dewan Umum Kesehatan mengontrol kondisi perumahan, SPAL, air bersih dan tenaga kesehatan.
- Sanitary Condition of The Labouring Population in New York (John C. Griscom, 1848) dan Report of The Sanitary Commission on Massachussets (Samuel Shattuck, 1850)
- Di Inggris dibentuk kementrian : Ministri of Pablick Health (1 Juli 1919)
- Gordon dan Le Richt (1950) : teori ekologi untuk menjelaskan peristiwa penyakit.
- Blum (1974) : Planning For Health, Development and Application of Social Change Theory.
- Perhatian masyarakat yang luar biasa terhadap kasus-kasus pencemaran lingkungan al. smog di Inggris (1952), Minamata, Jepang (1973), dll.
- Deklarasi WHO di Alma alta tentang Kesehatan Untuk Semua Tahun 2000
- ……?
- 4 Desember 2006, PBB menetapkan Tahun Sanitasi Internasional 2008


B. Khusus (di Indonesia)
- Tahun 1882 : diundangkannya UU Hygiene oleh Belanda
- 1924 Dinas Higiene dibentuk oleh pemerintah Belanda. Kegiatan berupa pemberantasan cacing tambang di daerah Banten dengan cara mendorong rakyat untuk membuat kakus / jamban sederhana. pendirian Rival Hygiene Work di Banyuwangi dan Kebumen atas prakarsa Rochefeller Foundation
- 1933 di Banyumas dibentuk organisasi higiene tersendiri dengan nama Percontohan Dinas Kesehatan Kabupaten di Purwokerto (Demonstratie Regentschaps Gezondheid Dienst (DRGD)). Dinas ini terpisah dari Dinas Kuratif yang telah ada sebelumnya. Kegiatan utamanya adalah pemberantasan cacing tambang yang menekankan anjuran pembangunan jamban dan perbaikan pelayanan air minum (Bodemen water verontriniging). Proyek ini mendapat bantuan dari Rockoveller foundation dengan Professor Hedrick sebagai menegernya.
- 1936 didirikanlah Sekolah Mantri Hygiene atau Hygiene Mantri School (HMS) bertempat di Purwokerto. Lulusannya dekenal sebagai mantri kakus.
- 1942 – 1947 Lulusan HMS telah disebar ke pelosok jawa dan madura. Lulusan yang masih tinggal di Purwokerto ditugasi untuk mengajar di Sekolah Mantri Kesehatan (SMK). SMK merupakan perubahan bentuk dari HMS. Pada periode ini dr R. Moehtar membentuk Juru Hygiene Desa yang disebar di seluruh desa di kabupaten Banyumas. Juru Hygiene Desa diupah /dibiayai oleh desa setempat dengan mendapatkan tanah bengkok (tanah garapan). Lingkup tugasnya adalah water supply dan latrine (penyediaan air bersih dan jamban)
- Tahun 1950an Berdiri institusi pendidikan dibawah Departemen Kesehatan RI yang bernama Pendidikan Kontrolir Kesehatan di Jakarta dan Surabaya. Institusi ini mengajarkan materi tentang sanitasi dan kesehatan lingkungan. Lulusannya langsung diangkat menjadi PNS yang bertugas mengurusi masalah sanitasi/kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit menular dan penyuluhan kesehatan.
- 1955 Percontohan Usaha Hygiene dan Pendidikan Kesehatan Rakyat (PUH / PKR) menjadi bagian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas sebagai embrio Seksi Kesehatan Lingkungan.
- 5 September tahun 1955 berdiri Ikatan Kontrolier Kesehatan Indonesia ( IKKI).
- 1956 : adanya integrasi usaha pengobatan dan usaha kesehatan lengkungan di Bekasi hingga didirikan Bekasi Training Center
- 12 November 1959 : pencanangan program pemberantasan malaria sebagai program kesehatan lingkungan di tanah air (12 November 1959 : hari Kesehatan Nasional)
- 1968 : Program Kesehatan Lingkungan masuk dalam upaya pelayanan PUSKESMAS
- 1974 Terbit instruksi presiden ( INPRES) tentang SAMIJAGA (sarana air minum dan jamban keluarga)
- 1975 – 1985an diselenggarakan Crash Training Program Tenaga Hygiene & Sanitasi dan didirikan Sekolah Pembantu Penilik Hygiene (SPPH) dibeberapa propinsi. Pesertanya dari lulusan SMA Paspal dididik dan dipersiapkan untuk menjadi tenaga lini depan proyek SAMIJAGA (Sarana Air Minum dan Jamban Keluarga).
- 12 April 1980, di Bandung berdiri organisasi Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI)
- 1982 terbit SKN (Sistem Kesehatan Nasional)
- ………………?
- 1999 Visi Indonesia Sehat 2010 dicanangkan dan ditandatangani Presiden BJ Habibie. Visi Indonesia sehat 2010 secara umum berisi keinginan agar masyarakat Indonesia berperilaku hidup bersih dan sehat, berada di lingkungan yang sehat dan memperoleh pelayanan kesehatan yang adil dan merata.
- Juli 2003 WASPOLA (Water Suply and Sanitation Policy Formulation and Action Planning) dibawah koordinasi BAPPENAS melahirkan Kebijakan Nasional Pembanguan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Berbasis Masyarakat.
- 19-21 November 2007 di Jakarta di selenggarakan Konferensi Sanitasi Nasional (KSN)

Sumber Bacaan :
- Presentasi kuliah Kesehatan Lingkungan oleh Dr. Irwin Aras Bagian IKM/IKK FK-UNHAS
- Presentasi kuliah Dasar Kesehatan Lingkungan oleh Sri Puji Ganefati, SKM., M.Kes, JKL Yogyakarta
- Riwayat Berdirinya SPPH Purwokerto oleh S. Purwanto, MSc, Buletin Keslingmas SPPH Purwokerto.
- Sejarah PKM, Kliping Yayasan Sanitarian Banyumas
- CD Ensiklopedi Hutchinson Reference 2000
- CD Eksiklopedi Encarta Refference Library 2005
- CD Ensiklopedi Ilmu Pengetahuan & Teknologi YASAMAS 2005

Reduksi Sampah Styrofoam


         Sampah styrofoam belum banyak dimanfaatkan. para pemulung juga nyaris tidak tertarik dengan sampah ini karena harganya yang sangat rendah. Apalagi kalau dibandingkan dengan harga eks kemasan air minum botol plastik atau aluminium. Sampah styrofoam ini  juga sangat mengganggu estetika atau kesehatan tanah dan badan air.

      Styrofoam adalah polistiren, suatu jenis plastik yang sangat ringan, kaku, tembus cahaya, dan murah. Namun, bahan tersebut cepat rapuh.Karena kelemahannya tersebut, polistiren dicampur seng dan senyawabutadien.Hal ini menyebabkan polistiren kehilangan sifat jernihnya dan berubah warna menjadi putih susu. Kemudian untuk kelenturannya, ditambahkan zatplasticier seperti dioktilptalat (DOP), butil hidroksi toluena, atau n-butyl stearat.
Plastik busa yang mudah terurai menjadi struktur sel-sel kecil merupakan hasil proses peniupan dengan menggunakan gas chlorofluorocarbon (CFC). Hasilnya adalah bentuk seperti yang kita pergunakan saat ini.
Bahan-bahan tersebut, khususnya stiren, larut dalam air, lemak, alkohol, maupun asam.Semakin lama waktu pendadahan dan semakin tinggi suhu, semakin besar pula migrasi atau perpindahan bahan-bahan yang bersifat toksik tersebut ke makanan atan minuman.Apalagi bila makanan atau minuman itu banyak mengandung lemak atau minyak.Memang toksisitas yang ditimbulkan tidak langsung tampak.Sifatnya akumulatif dan dalam jangka panjang barulah timbul akibatnya.
Sementara itu, CFC sebagai bahan peniup pada pembuatan styrofoammerupakan gas yang tidak beracun dan mudah terbakar serta sangat stabil. Begitu stabilnya, gas ini baru bisa terurai sekitar 65-130 tahun. Gas ini akan melayang di udara mencapai lapisan ozon di atmosfer dan akan terjadi reaksi dan menjebol lapisan pelindung bumi. Akibat jebolnya lapisan ozon, akan timbul efek rumah kaca. Suhu bumi meningkat, sinar ultraviolet matahari akan terus menembus bumi, sehiugga menimbulkan kanker kulit.
Diantara upaya untuk memanfaatkan sampah styrofoam  adalah dengan memanfaatkannya untuk pembuatan LEM. Lem yang sudah jadi dapat dimanfaatkan untuk  penahan panas, peredam kebisingan pada atap seng, anti bocor, dll. Untuk keperluan tersebut dapat dicampurkan dengan bahan lain yang dipungut dari sampah antara lain : sampah, kertas (untuk peredam) atau dicampur dengan semen (untuk anti bocor). Melalui pemanfaatan tersebut sampah styrofoam (minimal) dapat direduksi volumenya. Tekniknya sangat sederhana, yakni hanya dengan melarutkan kedalam bensin / premium.
Untuk pembuatan “Lem Styrofoam” adalah sebagai berikut :
-      Styrofoam yang sudah bersih dan ukuranya sudah dipecah menjadi lebih kecil dimasukkan dalam wadah
-     Tambahkan bensin premium ke dalam wadah yang berisi styrofoam secara perlahan-lahan sambil diaduk.
-     Terus aduk dan tambahkan bensin premium sedikit demi sedikit untuk sampai styrofoamnya berubah menjadi cairan yang kental.
-      Tambahkan terus bensin premium secara perlahan-lahan sampai mencapai kekentalan yang diinginkan (biasanya perbandingan bensin :styrofoam = 10 liter :1 Kg)

Sedangan untuk  pembuatan “Lapisan Anti Bocor dari Styrofoam” adalah sebagai berikut :
-      Styrofoam yang sudah bersih dan ukuranya sudah dipecah menjadi lebih kecil dimasukkan dalam wadah
-      Tambahkan bensin premium ke dalam wadah yang berisi styrofoam secara perlahan-lahan sambil diaduk.
-      Terus aduk dan tambahkan bensin premium sedikit demi sedikit untuk sampai styrofoamnya berubah menjadi cairan yang kental.
-      Tambahkan terus bensin premium secara perlahan-lahan sampai mencapai kekentalan yang diinginkan (biasanya perbandingan bensin :styrofoam = 20 liter :1 Kg).
-      Untuk lapisan anti bocor pada atap rumah langsung bisa dioleskan pada bagian yang ingin dilapisi.
-      Untuk lapisan anti bocor pada tembok rumah atau beton maka tambahkan semen pada styrofoam yang sudah mencair dan aduk menjadi adonan yang diinginkan untuk kemudian dibuat lapisan pada tembok atau beton tersebut (perbandingan styrofoam:bensin:semen = 5:20:5).
-        Dengan cara yang sama dapat dibentuk menjadi  benda-benda seni atau barang berguna lainnya apabila dicampur dengan bahan pengisi yang lebih beragam.

Rabu, 02 Oktober 2013

Mitos Tentang Sanitarian (?)


Harusnya tidak boleh dipercaya, karena dapat mengakibatkan kemusyrikan. Namun faktanya batu itu masih tegar dan utuh. Tidak didapatkan penjelasan resmi dari pejabat setempat, kenapa batu itu dibiarkan utuh pada saat terjadi pekerjaan cut & fill pembangunan gedung pendidikan Kampus 7 Poltekkes Semarang  tahun 2011. Mungkinkah hanya karena alasan teknis?, atau historis?, ekologis?, estetis? atau malah karena alasan mistis?. Inilah pertanyaan yang selalu menggelayut bagi para tamu yang berkunjung ke Kampus 7, ketika melihat batu besar teronggok di sudut utara bangunan gedung utama yang berlokasi  di Jln Baturraden Km 12 Purwokerto.
Tidak bisa dipungkiri adanya kemunculan mitos dan cerita mistis,  ketika banyak mata yang melihat dua buah alat berat tak mampu mengusik keutuhan batu tersebut. Demikian juga ketika dua orang pemecah batu yang biasa menaklukan batu angker, ternyata menyerah setelah seharian berupaya memecah batu itu. Pemecah batu itu hanya berkomentar “Tidak berani, meski dibayar mahal”. Beberapa orang tua yang dianggap mengerti muasal batu itu hanya berpesan “Biarkan saja, jangan diganggu”. Kesan serem semakin kental bila ditambah lagi dengan pengakuan beberapa pekerja yang merasa dipangil-panggil seseorang dari arah batu itu, dan setelah didatangi ternyata tidak ada siapa-siapa. 
Barangkali hanya rekaan atau bualan belaka yang menyatakan bahwa batu itu sebenarnya adalah “watu petilasan”.  Banyak versi tentang kisah watu petilasan tersebut, salah satu kisahnya adalah tentang  Nyi Sani dan Mbah Taryan. Konon dua orang  yang berjenis kelamin berbeda itu  sebenarnya masih kerabat, tetapi ketika  masih kecil hingga remaja keduanya saling berseteru. Keduanya selalu bersaing,  saling mencurigai dan saling mengintai. Memang, meskipun masih remaja keduanya dikenal kuat dan sakti. Keduanya terkesan berebut pengaruh dan berebut perhatian di lingkunganya.  Teman-teman sebayanya nyaris semua sudah meninggal dunia ketika ada “Pageblug” (wabah penyakit mematikan).
 Nyi Sani dan Mbah Taryan kecil, dahulunya suka berebut mendahului memanfaatkan batu itu sebagai tempat berjemur pada pagi hari. Seperti sudah ada perjanjian diantara keduanya. Apabila Nyi Sani sudah lebih dulu menempati batu itu sebagai tempat berjemur, maka Mbah Taryan kecil akan mundur atau menanti Nyi Sani kecil selesai berjemur. Demikian sebaliknya. Kejadian seperti  ini terus berlangsung dalam waktu yang lama.  Hingga suatu ketika keduanya saling “kepethohok” (berpapasan secara tiba-tiba tanpa menyadari sebelumnya). Keduanya saling bertemu pandang, kemudian saling bentak dan saling hardik. Keduanya juga ternyata saling terkesan setelah melihat langsung dari jarak dekat. Singkat cerita,  Selanjutnya keduanya  saling tertarik dan akhirnya Nyi Sani dan Mbah Taryan  remaja sepakat menikah. Dan ritual pernikahannya berlangsung di atas batu  besar itu.
Nyi Sani dan Mbah Taryan dikenal kuat dan sakti, bukan karena keduanya tidak mempan senjata, melainkan karena keduanya semenjak kecil tidak pernah sakit. Keduanya dikenal pintar memberi wejangan pada orang-orang  agar tidak sakit. Orang-orang yang patuh terhadap wejangan Nyi Sani dan Mbah Taryan ternyata tidak sedikit. Semuanya berhasil tetap sehat,  kuat dan tak pernah sakit. Wejangan itu dikenal sebagai “Laku pitu”. Laku pitu tersebut dituangkan dalam mantera : “Ngising ngucing, Medang jarang - Madhang pepek,  Kudhu brukut - Ranana runtah,  Adoh udhud -  Idhep awak”.  Laku pitu itulah yang secara konsisten  diajarkan dan dilaksanakan oleh Nyi Sani dan Mbah Taryan.
Nyi Sani memang memiliki  perilaku sangat berbeda dengan kebanyakan orang di zamannya. Beliau selalu perhatian terhadap kebersihan diri (Idhep awak). Beliau selalu cuci tangan bila dirasa kotor atau ketika mau makan. Kuku kaki dan tanggannya terpelihara rapih dan bersih. Rambut dan kulitnya bersih bercahaya, karena selalu mandi dan keramas secara teratur. Beliau tidak pernah membuang ludah di sembarang tempat.  Beliau selalu buang air besar dengan cara seperti kucing (ngising ngucing), yakni kotoranya selalu dikubur dan ditempat agak tersembunyi. Ketika itu kebanyakan orang buang air besar di sungai atau di sembarang tempat. Nyi Sani juga selalu minum air yang direbus (medang jarang), juga ketika untuk mandi. Sementara kebanyakan orang selalu minum air secara langsung  tanpa direbus terlebih dahulu. Demikian juga soal makan, beliau selalu menerapkan pola  menu yang beragam (madhang pepek).
Mbah Taryan juga memiliki kebiasaan istimewa, sangat berbeda dengan kebanyakan laki-laki pada zamanya. Beliau sangat menghidari asap tembakau (adoh udhud), beliau tak pernah merokok. Padahal pada zaman itu semua laki-laki pasti merokok. Kalau bepergian bertamu, Mbah Taryan selalu membawa “ilir” (kipas) dan tongkat sapu lidi. Tujuan utama membawa kipas adalah untuk mengusir asap tembakau yang mendekatinya, disamping  untuk mendapat kesejukan saat suasana gerah atau panas. Mbah Taryan sangat  tidak suka kalau melihat lingkungan sekitar kotor.  Kadang-kadang, bahkan tanpa ijin empunya, apabila mendapati lingkungan kotor atau halaman rumah yang  dikunjungi  bertamu banyak sampah berserakan Mbah Taryan langsung beraksi. Tongkat sapu lidinya di urai dan digunakan untuk menyapu. Prinsip yang beliau pegang teguh dan selalu dilaksanakan adalah lingkungan harus bersih dari sampah (tidak ada sampah = ranana runtah).
Nyi Sani dan Mbah Taryan  juga memiliki kebiasaan  selalu melidungi diri dari kemungkinan gangguan alam.  Meski sederhana, rumah panggungnya terkesan luas, terang, kering dan bersih. Dinding dan atapnya dibuat rapat dan tidak terlihat adanya tikus,   laba2 atau serangga lainnya.  Keduanya selalu menggenakan pakaian yang nyaris komplit dan lengkap untuk melidungi dari terik matahari, gigitan serangga atau terpaan angin. Oleh karenanya beliau berdua sering berpesan : “Men waras ya kudhu brukut” (kalau ingin sehat ya harus brukut).  Brukut dapat diartikan sebagai keadaan serba lengkap dan rapat serta terlindungi, baik untuk  cara berpakaian ataupun untuk  rumah dan perlengkapan lainnya.
Nyata benar, bahwa kekuatan dan kesaktian Nyi Sani dan Mbah Taryan didapat dari konsistensi laku pitu.  Seiring dengan berjalannya waktu,nama  Nyi Sani jauh lebih kesohor dibandingkan dengan Mbah Taryan. Mbah Taryan  sama sekali sudah tidak merasa tersaingi, karena nyatanya Nyi Sani  juga sudah menjadi istri yang baik dan menyenangkan bagi dirinya. Keduanya juga sudah bersepakat untuk sepenuhnya mengabdi bagi masyarakat agar tidak terkena penyakit.  Beliau berdua ingin agar wejangan laku pitu dilaksanakan oleh semua semua orang,  sehingga bisa kuat dan sakti.
Nyi Sani sudah  terkenal  ke segala penjuru arah mata angin, sehingga banyak masyarakat yang ingin bertemu dan memperoleh wejangan secara langsung dari beliau.  Tidak diketahui secara pasti, mengapa Nyi Sani dalam memberikan wejangan selalu  berada diatas batu besar itu.  Kebetulan di kampung tempat tinggal beliau  ada beberapa nama yang  panggilannya sama. Ada Sanikem, ada Sanimah, ada Sanirah, ada marSani, dan lain-lain, semuanya dipanggil “ Nyi Sani atau Nini Sani”. Kemudian untuk memudahkah memberi arah tempat tinggal Nyi Sani yang dimaksud  kepada para tamu yang mencarinya, maka masyarakat setempat menyebut  “Nyi Sani Taryan”. Penyebutan dengan nama itu terasa sangat lazim dan tepat karena Nyi Sani adalah istri Mbah Taryan.
Hampir dipastikan Nyi Sani Taryan  selalu mengajak  tamunya  dan  memberikan wejangannya diatas batu besar itu. Akhirnya banyak yang menduga bahwa  wejangan laku pitu akan terpatri kuat karena adanya pancaran  aura dari batu itu. Lama-kelamaan dengan semakin tua usia Nyi Sani Taryan,  tamu yang bertandang ke rumah beliau memanggilnya dengan “Mbah Sani Taryan”. Demikian juga masyarakat sekitar, memanggil beliau juga dengan sebutan yang sama, “Mbah Sani Taryan”. Dalam beberapa kesempatan Mbah Sani Taryan menyatakan bahwa wejangan laku pitu harus di tularkan kepada semua orang. Beliau  menyatakan juga bahwa tugas menyebarkan wejangan laku pitu sudah mendekati  selesai. 
Beberapa hari kemudian, terjadilah  berita menghebohkan. Mbah Sani  Taryan tiba-tiba menghilang bersama suaminya. Rumah tempat tinggalnya juga mendadak menjadi seperti tanah pekarangan biasa.  Memang sebelumnya pernah ada yang mengaku dipamiti oleh Mbah Sani Taryan, yang katanya akan pergi untuk waktu yang sangat lama. Mbah Sani Taryan memang tidak punya keturunan alias tidak punya anak, tetapi suatu ketika pernah berpesan : “Meskipun saya tidak punya anak, tetapi saya akan banyak  memiliki cucu. Yaitu siapapun yang  belajar dan menyebarkan wejangan laku pitu otomatis menjadi cucu saya. Diantara cucu saya mereka akan saling tertarik dan menikah”.
Sepeninggal Mbah Sani Taryan, beberapa orang yang merasa rindu dengan wejangannya, seringkali mendatangi batu besar yang biasa digunakan oleh beliau. Kesaksian penduduk setempat mengaku melihat orang yang  rindu  dan sengaja bersemedi di batu besar itu terakhir terjadi pada tahun 1975an.  Batu besar yang merupakan bekas (jawa : tilas) tempat favorit bagi Mbah Sani Taryan itu  kemudian lebih dikenal sebagai “Watu Petilasan Mbah Sani Taryan”
Barangkali sebuah kebetulan.  Awal tahun 80an, areal Watu Petilasan Mbah Sani Taryan ini  dipilih oleh Departemen Kesehatan RI sebagai tempat untuk mendidik tenaga Sanitasi. Lama pendidikan saat itu hanya satu tahun. Ilmu yang di ajarkan mirip dengan wejangan laku pitu, yakni penyehatan air, penyehatan makan, penyehatan udara, penyehatan tanah dan sampah, pengendalian vektor dan pemberdayaan masyarakat. Lulusannya disebut Sanitarian (mirip dengan nama mbah Sani Taryan). Sekarang  para Sanitarian lulusan dari pendidikan sanitasi di  area Watu Petilasan Mbah Sani Taryan telah bekerja di seluruh wilayah Indonesia.
Sekarang ini  area Watu Petilasan Mbah Sani Taryan telah menjelma menjadi Kampus 7 Politeknik Kesehatan Semarang. Batu besar yang dikenal sebagai Watu Petilasan Mbah Sani Taryan kini masih  tetap utuh dapat dilihat oleh siapa saja.  Barangkali  hanya sebuah kebetulan juga. Mereka yang belajar di tempat ini  banyak yang saling tertarik dan kemudian menikah (ya seperti pesan Mbah Sani Taryan itu).
 

Pemeriksaan Flouride



Teori
Flourida sangat penting kaitanya dengan karies gigi. Kadar F dalam air pada umumnya berkisar 1 – 1,5 mg/l. Dalam kasus tertentu kadar F dalam air dapat mencapai 3 mg/l. WHO menyatakan bahwa kadar F  dalam air  minum  tidak boleh lebih dari 1,5 ppm.

Alat
-        Tabung nesler
-        Pipet ukur
-        Timbangan analitik

Bahan
-        Larutan standar NaF
-        Asam Zirkonium Alizarin
-        Larutan Natrium Thiosulfat 0,1N
-        Aquades

Cara Kerja
-        Buatlah larutan Satandar NaF, dengan cara melarutkan 0,0221 gram NaF dalam 1000 ml aquades.  1 ml larutan ini  mengandung 0,01 mg florida (sebagai F)
-        Buatlah reagen Asam Zirkonium Alizarin dengan cara  melarutkan 0,3 gram Zirconium Oxychlorida ATAU 0,25 gram Zirconium Oxynitrate dalam 50 ml aquades.   Buat larutan  0,07 gram Alizarin Sodium Monosulfonat dalam 50 ml aquades,  kemudian tuangkan pelan-pelan kedalam larutan Zirconium sambil terus di kocok.
-        Buatlah larutan Natrium Thiosulfat 0,1N dengan cara melarutkan 25 gram Na2S2O3. 5H2O  dalam 1000 ml aquades.
-        Siapkan air sampel bebas Chlorine dengan  menambahkan larutan Natrium Thiosulfat 0,1N .
-        Buat  warna standar. Masukkan Larutan standar NaF  kedalam  enam buah tabung nessler, masing-masing 1, 2, 3, 5, 7, 9, 11 ml. Tambahkan 5 ml Asam Zirkonium Alizarin kedalam  masing-masing nessler
-        Siapkan 100 ml sampel bebas chlor dalam tabung nesler, kemudian tambahkan 5 ml Asam Zirkonium Alizarin. Kocok secara hati-hati.
-        Banding warna yang terbentuk setelah satu jam, dengan warna standar. Catat ml NaF dalam warna standar.
-        Hitung kadar Flouride, dimana  F = 0,01 x Jml  larutan standar NaF (mg/l)