2
Selasa, 03 Juni 2025
Resensi Buku: Efisiensi Removal Unit Pengolah Air Limbah
Resensi Buku
Buku "Efisiensi Removal Unit Pengolah Air Limbah" karya Sugeng Abdullah adalah kontribusi penting dalam literatur pengelolaan lingkungan, khususnya di bidang pengolahan air limbah. Buku ini menyajikan panduan yang komprehensif dan terstruktur mengenai berbagai unit pengolah limbah yang umum digunakan di industri, serta memberikan data yang jelas mengenai efisiensi removal polutan dan beban pencemaran dari berbagai sektor industri.
Salah satu keunggulan utama buku ini adalah fokusnya pada efisiensi removal. Penulis tidak hanya menjelaskan jenis-jenis unit pengolah limbah, tetapi juga menyajikan tabel efisiensi yang mudah dipahami. Data ini sangat krusial bagi praktisi, insinyur lingkungan, atau mahasiswa yang perlu mengevaluasi kinerja sistem pengolahan limbah yang ada atau merencanakan instalasi baru. Dengan informasi ini, pembaca dapat membuat keputusan yang lebih tepat dan berdasarkan data untuk mencapai target kualitas efluen.
Selain itu, buku ini juga membahas beban pencemaran dari berbagai industri, mencakup parameter-parameter penting seperti BOD (Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), TSS (Total Suspended Solids), dan logam berat. Pemahaman tentang jenis dan tingkat pencemaran yang dihasilkan oleh industri tertentu adalah langkah awal yang esensial dalam merancang solusi pengolahan yang efektif. Data ini membantu pembaca untuk mengidentifikasi tantangan spesifik yang dihadapi oleh sektor industri yang berbeda dan merancang strategi pengurangan beban pencemaran yang sesuai.
Gaya penulisan Sugeng Abdullah dalam buku ini patut diacungi jempol. Buku ini ditulis dengan bahasa yang jelas, lugas, dan disajikan dengan tata letak yang mudah dipahami. Hal ini mempermudah para pembaca, baik yang memiliki latar belakang teknis maupun non-teknis, untuk mengakses dan menggunakan informasi yang disajikan. Penulis berhasil menyajikan topik yang kompleks ini dengan cara yang mudah dicerna, tanpa mengurangi kedalaman materinya.
Berdasarkan sinopsis, buku ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang efisiensi pengolahan dan beban pencemaran air limbah, serta membantu pembaca dalam mengambil keputusan yang tepat untuk menjaga keberlanjutan industri dan kelestarian lingkungan. Tujuan ini sangat relevan dengan isu-isu lingkungan kontemporer dan menunjukkan komitmen penulis terhadap praktik berkelanjutan.
Secara keseluruhan, "Efisiensi Removal Unit Pengolah Air Limbah" adalah sumber daya yang sangat berharga bagi siapa saja yang terlibat dalam pengelolaan air limbah. Keberadaan tabel efisiensi, data beban pencemaran industri, dan gaya penulisan yang mudah diakses menjadikan buku ini referensi yang praktis dan informatif. Buku ini sangat direkomendasikan bagi profesional lingkungan, teknisi, mahasiswa, peneliti, serta semua pihak yang tertarik pada upaya menjaga kelestarian lingkungan melalui pengolahan air limbah yang efektif.
Resensi buku IPAD (Instalasi Pengolahan Air Dialisat Pada Unit Layanan Hemodialisis)
Buku "Instalasi Pengolahan Air Dialisat Pada Unit Layanan Hemodialisis" karya Sugeng Abdullah hadir sebagai panduan komprehensif yang sangat dibutuhkan bagi siapa pun yang berkecimpung dalam dunia dialisis, khususnya terkait dengan penyediaan air dialisat berkualitas. Buku ini berhasil mengisi kesenjangan informasi yang seringkali tersebar dan kurang terpusat di lapangan, menjadikannya referensi penting bagi profesional kesehatan, tenaga sanitasi, teknisi, mahasiswa, dan individu lain yang tertarik pada topik ini.
Salah satu kekuatan utama buku ini terletak pada pembahasannya yang terperinci dan sistematis. Penulis memulai dengan definisi dan pentingnya air dialisat, yang merupakan fondasi penting bagi pembaca untuk memahami seluruh materi. Selanjutnya, buku ini menguraikan berbagai parameter kualitas air yang harus dipenuhi—fisik, kimia, dan mikrobiologi—dengan merujuk pada standar nasional dan internasional. Hal ini menunjukkan kepedulian penulis terhadap kepatuhan pada regulasi dan praktik terbaik di bidang ini.
Secara spesifik, buku ini membahas tahapan-tahapan dalam instalasi pengolahan air dialisat (IPAD) itu sendiri. Pembaca akan diajak memahami secara bertahap mengenai pemasangan, pengoperasian, dan pemeliharaan masing-masing unit dalam IPAD, seperti unit filtrasi, unit Reverse Osmosis (RO), unit Electric Deionization (EDI), dan unit UV-C. Pendekatan ini sangat praktis, memungkinkan pembaca untuk menerapkan pengetahuan yang diperoleh secara langsung di lapangan. Informasi mengenai pemeliharaan setiap unit juga sangat berharga, mengingat vitalnya fungsi masing-masing komponen dalam menjaga kualitas air dialisat.
Berdasarkan sinopsis, buku ini disusun berdasarkan pengalaman operator serta rangkuman dari berbagai manual, yang menunjukkan bahwa kontennya tidak hanya teoretis tetapi juga didasarkan pada praktik nyata. Hal ini memberikan nilai tambah yang signifikan, karena pembaca akan mendapatkan informasi yang relevan dan praktis dari seseorang yang memahami tantangan di lapangan.
Meskipun informasi detail mengenai kelebihan dan kekurangan (misalnya, gaya penulisan, ilustrasi, atau studi kasus) tidak dapat diakses secara langsung dari cuplikan, namun dari sinopsis, buku ini tampak memiliki fokus yang jelas dan relevansi yang tinggi.
Secara keseluruhan, "Instalasi Pengolahan Air Dialisat Pada Unit Layanan Hemodialisis" adalah sumber daya yang esensial dan praktis. Kehadiran buku ini akan sangat membantu meningkatkan pemahaman dan kompetensi dalam pengelolaan air dialisat, yang pada akhirnya berkontribusi pada keselamatan dan kualitas layanan bagi pasien hemodialisis. Buku ini sangat direkomendasikan bagi siapa saja yang ingin memperdalam pengetahuannya tentang instalasi pengolahan air dialisat.
Sabtu, 31 Mei 2025
MENOLAK JAHILIYAH SANITASI
Jahiliyah sanitasi (صرف صحي جاهلي (Ṣarf ṣaḥī Jāhilī)) adalah istilah yang penulis sodorkan untuk menggambarkan situasi dimana kondisi kesehatan dan kebersihan lingkungan tidak dipedulikan. Jahiliyah sanitasi atau jaman kegelapan bidang sanitasi dalam catatan sejarah, adalah jaman kegelapan yang sering dikaitkan dengan masa antara 500–1500 M, dimana pada periode ini orang-orang di Eropa biasa membuang kotoran (tinja) dari jendela ke jalan, pekarangan atau ke sungai. Saat itu banyak penyakit akibat sanitasi buruk, utamanya kolera dan penyakit perut lainnya. Sekedar memberi informasi, sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan lingkungan fisik, kimia, biologi agar tidak menyebabkan penyakit atau gangguan kesehatan. Upaya difokuskan untuk penyehatan air,udara, tanah, pangan, pengendalian vektor dan penyehatan sarana.
Pada periode Jahiliyah sanitasi ini (500-1500) lahir Nabi Muhammad saw (571 M) yang kemudian diutus menjadi Nabi dan Rasul di usia 40 tahun (611 M). Dalam sejarah Islam, periode sebelum kenabian ( <611) dikenal sebagai zaman jahiliyah. Jadi terdapat irisan periode jahiliyah sanitasi dengan Jaman jahiliyah yang sesungguhnya. Nabi Muhammad saw menjadi rosul terakhir yang menjadi rahmat bagi semua, nabi yang membawa ajaran Islam yang paripurna, nabi sebagai tauladan dengan ahlak yang agung, mulia dan sempurna. Paling tidak, itulah yang diimani oleh Muslim seluruh dunia. Terlepas dari soal keimanan, sesungguhnya nabi Muhammad telah sangat banyak menyampaikan ajaran yang bersifat universal - kemanusiaan. satu diantaranya adalah sanitasi.
Ketika masyarakat Eropa masih berperilaku membuang kotoran sembarangan, Nabi Muhammad saw sudah menyampaikan larangan membuang kotoran / tinja di jalanan atau di tempat berteduh. Perhatikan sabda nabi yang terekam dalam hadits berikut : "Hindarilah dua hal yang menyebabkan laknat." Para sahabat bertanya: "Apakah dua hal yang menyebabkan laknat itu, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda: "Orang yang buang air besar (atau buang hajat) di jalanan manusia atau di tempat berteduh mereka." (HR. Muslim).
Hadits diatas secara langsung berkaitan dengan prinsip-prinsip sanitasi dan kebersihan lingkungan, yakni :
- Mencegah Pencemaran Lingkungan: Larangan buang hajat di jalan dan tempat berteduh adalah upaya nyata untuk mencegah pencemaran lingkungan oleh kotoran manusia. Kotoran ini dapat menjadi sumber penyakit dan bau tidak sedap.
- Menjaga Kesehatan Masyarakat: Area umum seperti jalan dan tempat berteduh sering digunakan oleh banyak orang. Buang hajat di tempat tersebut dapat menyebarkan bakteri, virus, dan parasit, yang berpotensi menyebabkan berbagai penyakit menular seperti diare, kolera, dan tifus.
- Menjaga Kenyamanan dan Estetika: Selain aspek kesehatan, hadits ini juga menekankan pentingnya menjaga kenyamanan dan keindahan lingkungan bagi semua orang. Buang hajat sembarangan tentu sangat tidak nyaman dan merusak pemandangan.
- Menghindari Laknat/Sumpah Serapah: Frasa "dua hal yang menyebabkan laknat" menunjukkan betapa seriusnya dampak dari perilaku ini. Orang yang buang hajat sembarangan akan menyebabkan orang lain mengeluh, marah, dan bahkan melaknatnya karena telah mengganggu kenyamanan dan kesehatan mereka.
- Pencegahan Pencemaran Air: Air adalah sumber kehidupan. Buang hajat di tempat mengalirnya air akan mencemari sumber air minum atau air yang digunakan untuk mandi, bersuci, atau keperluan lainnya oleh manusia dan hewan.
- Penyebaran Penyakit: Air yang tercemar feses dapat menjadi media penyebaran berbagai penyakit menular seperti kolera, tifus, disentri, dan hepatitis. Larangan ini adalah tindakan preventif untuk menjaga kesehatan masyarakat.
- Menjaga Kesucian dan Kebersihan: Islam sangat menekankan kesucian (thaharah). Air yang tercemar oleh najis tidak lagi suci untuk digunakan dalam ibadah atau keperluan lainnya.
- Menghormati Hak Orang Lain: Sumber air adalah milik bersama. Mencemarinya berarti mengabaikan hak orang lain untuk mendapatkan air yang bersih dan sehat. Ini juga alasan mengapa tindakan tersebut mendatangkan "laknat" (kutukan atau sumpah serapah dari orang yang dirugikan).
Rabu, 28 Mei 2025
Sejarah Pembuangan Tinja (KAKUS)
Dulu ada istilah 'kotoran malam', yaitu tinja padat manusia yang harus diangkut tiap malam dari kolam penampungan. Pekerjaan ini dilakukan oleh sejumlah 'pekerja kotoran malam'. Mereka mengeruk dari kolam-kolam penampungan di sejumlah pusat pengumpulan dalam kota. Berdasarkan kenyataan seperti ini kemudian muncul istilah untuk menyebut kotoran manusia (tinja/fekal) dengan sebutan night soil.
Kakus tempat pembuangan tinja yang sekarang lebih dikenal sebagai WC atau toilet, sesungguhnya merupakan sarana yang amat vital bagi kehidupan modern. Toilet yang kita pakai saat ini sudah amat bervariasi mulai dari yang sederhana hingga yang canggih. Kedengaran sepele: KAKUS, JUMBLENG, TOILET, WC, REST AREA, ternyata teknologinya melalui evolusi yang lama dan panjang seiring dengan perkembangan kebudayaan manusia di berbagai belahan dunia.
Zaman Kuno, sudah ada Toilet sederhana di Lembah Indus, Mesopotamia, dan Tiongkok; sistem pembuangan limbah. Pada Zaman Kegelapan: Sanitasi buruk, kotoran dibuang sembarangan, wabah penyakit merajalela. Ketika Renaissance–Revolusi Industri: Inovasi toilet siram, sistem pembuangan limbah, dan kesadaran sanitasi meningkat. Era Modern: Sistem saluran limbah kota, toilet siram di rumah-rumah, dan teknologi sanitasi yang lebih baik. periode perkembangan sistem pembuangan tinja dari masa ke masa dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel Sejarah Pembuangan Tinja (Kakus/WC)
Tahun/Periode | Peristiwa/Kemajuan Utama |
---|---|
~2500 SM | Peradaban Lembah Indus (India/Pakistan): Sistem toilet pribadi dan umum dengan saluran pembuangan tanah liat di setiap rumah25. |
~2000 SM | Mesopotamia: Kursi dari bata di atas lubang pembuangan, pipa tanah liat untuk mengalirkan tinja1. |
202 SM–220 M | Dinasti Han (Tiongkok): Toilet dibangun di samping kandang babi; kotoran dijadikan pakan dan pupuk2. |
100 M | Romawi Kuno: Toilet umum besar, air mengalir terus-menerus, sistem pembuangan limbah kota23. |
500–1500 M | Zaman Kegelapan (Eropa): Kotoran dibuang dari jendela atau ke sungai; banyak penyakit akibat sanitasi buruk45. |
1584–1591 | Sir John Harrington: Menciptakan toilet siram pertama di Inggris, dipamerkan ke Ratu Elizabeth I23. |
1738 | J.F. Brandel: Memperkenalkan toilet siram tipe katup5. |
1775 | Alexander Cummings: Mengembangkan toilet dengan saluran leher angsa (S-trap), mencegah bau235. |
1778 | Joseph Bramah: Mengubah katup geser menjadi katup engkol pada toilet5. |
1850–1900 | Revolusi Sanitasi: Kota-kota di Eropa dan Amerika mulai membangun sistem saluran limbah modern35. |
1858 | The Great Stink (London): Bau limbah di Sungai Thames memaksa pembangunan sistem saluran limbah3. |
Akhir abad ke-19 | Toilet siram masuk ke rumah-rumah: Kloset siram lebih efisien, mengurangi pekerjaan pengangkut kotoran35. |
Abad ke-19 | Indonesia: Mulai mengenal toilet modern; sebelumnya buang hajat di sungai, kolam, atau lubang di pekarangan4. |
Abad ke-20–21 | Toilet modern: Penyempurnaan desain, penggunaan air lebih efisien, teknologi ramah lingkungan5. |
versi lain menjelaskan bahwa sejarah penggunaan kakus sedikit agak berbeda, misalnya seperti yang ditulis oleh Alexander Lumbantobing (liputan6.com) sebagai berikut :
Jamban pertama
Sepanjang sejarah, ada beragam teknik penyingkiran tinja. Bangsa Mesir Kuno memiliki sistem awal toilet di rumah-rumah mereka dengan menggunakan sistem aliran yang baru dipakai lagi sekitar seribu tahun kemudian.
Kalangan kelas atas bangsa Romawi Kuno juga memiliki kamar mandi pribadi dengan menggunakan pergerakan saluran air (aqueduct).
Toilet Ratu Elizabeth
Sebelum urbanisasi pada abad ke-19 menambah kepadatan penduduk kota, para pekerja malam melakukan sebagian besar tugas penyingkiran kotoran manusia di sejumlah kota Eropa dan Amerika Utara.
Ratu Elizabeth I merupakan orang pertama memiliki toilet siram setelah ayah, Sir John Harrington, menciptakan toilet yang dijulukinya 'The John'. Walaupun mulai dipergunakan kalangan ningrat, perlu 200 tahun hingga akhirnya dipergunakan menjadi sanitasi umum.
Pengangkut Kotoran Manusia
Menjadi pekerja malam kotoran manusia bukanlah jenis pekerjaan yang paling mewah. Namun bayarannya cukup tinggi dan bisa dilakukan paruh waktu sehingga menjadi tambahan penghasilan pekerjaan lain yang ‘lebih bersih’.
Para pekerja biasanya terbagi dalam tim yang terdiri dari empat orang, yakni pekerja lobang, pekerja tali, dan dua pekerja bak penampung. Pekerja lobang bertugas merangkak ke kolam penampungan untuk menyendok kotoran-kotoran ke dalam ember atau keranjang. Pekerja tali mengerek ember ke permukaan dan memberikannya kepada petugas bak yang membawa ember-ember itu ke kereta.
Selain risiko kesehatan, para pekerja ini bisa juga tercekik oleh uap kotoran.
Kolam kotoran
Kolam kotoran adalah sebuah ruang berdinding bata sedalam 1,8 meter dengan lebar kira-kira 1,2 meter. Idealnya, kolam tampungan ini ditempatkan sejauh mungkin dari rumah. Namun permukiman yang padat memaksa penempatan di ruang bawah tanah. Peraturan mengharuskan para pekerja malam kotoran manusia untuk memulai tugasnya setelah hari sudah malam agar tidak mengganggu penduduk sekitar dengan bebauan dari kolam penampungan ini. Di masa kini, kerap dikenal sebagai tangki septik.
Dung Wharf
Sejak abad pertengahan, kotoran malam hari ini memainkan peran penting untuk berkebun. Setelah diletakkan dalam kereta dorong, kotoran itu dibawa ke pinggiran kota untuk diolah menjadi pupuk.
Di London, ada sebuah kawasan yang dikenal sebagai Dung Wharf, yaitu tempat penampungan limbah untuk keperluan tanaman jualan.
Ada sejumlah perkakas khusus untuk melakukan tugas ini agar kotorannya meresap ke dalam tanah. Kotoran malam ini kerap dipadatkan menjadi bongkahan yang mudah dicacah dan disebarkan.
Kotoran hewan
Tentunya bukan hanya kotoran manusia yang bertebaran di jalan-jalan kota utama pada saat itu. Secara khusus, kotoran kuda termasuk yang sukar dibersihkan. Sebelum 1890-an, ada 1.000 ton kotoran kuda bertebaran di jalan-jalan Kota London setiap hari. Untuk kotoran kuda, anak-anak jalananlah yang berperan melakukan pembersihan.
Sistem Limbah
Kloset siraman air dipatenkan oleh Alexander Cummings pada 1775 dan mulai dipakai di rumah-rumah pribadi, tapi malah menambah persoalan penyingkiran limbahnya. Kloset air mula-mula terhubung langsung dengan kolam tinja karena tidak ada sistem utama untuk limbah. Dengan demikian, tugas pembersihan lagi-lagi dilakukan oleh para pekerja malam.
The Great Stink
Setelah orang makin menyadari hubungan antara pembuangan limbah secara ceroboh dengan penyakit, muncullah ketakutan berurusan dengan kotoran malam hari.
Pada 1872, pihak kota New York membayar Manhattan Odorless Excavating Company untuk memompa kotoran malam hari, tapi mesin mereka tidak banyak berguna di daerah-daerah yang sempit.
Pada 1858, kejadian The Great Stink di London memaksa pemerintah kota untuk menerapkan sistem limbah yang lebih efisien. The Great Stink adalah kejadian di mana bau tinja manusia di Sungai Thames yang membelah Kota London sudah keterlaluan sehingga pihak parlemen tidak tahan lagi. Sebagai catatan, gedung parlemen Inggris terletak tengah Kota London, di tepi Sungai Thames tersebut.
Pembangunan Sistem Pengelolaan Limbah
Di akhir Abad ke-19, kebanyakan kota besar telah membangun jaringan limbah. Chicago merupakan kota utama AS pertama yang menerapkan sistem limbah pada 1855. Disusul oleh New York dengan saluran limbah sepanjang 844 mil (1358 km) pada 1890-an. Kloset siram yang jauh lebih efisien memasuki pasar pada 1920-an sehingga para pekerja malam tidak diperlukan lagi.
Referensi :
1. Tak Terduga, Ini Sejarah Kakus dari Masa ke Masa - Global Liputan6.com
2. Hari Toilet Sedunia, Sejarah Toilet dan Perannya dalam Perkembangan Peradaban!
3. Sejarah Penemuan Toilet di Dunia | kumparan.com
4. Peradaban dari Jamban ke Jamban
5. Sejarah Toilet dari Masa ke Masa | Dari yang bikin shock sampai yang Wow !! - Griya Satria