Sejarah Kesehatan Lingkungan(Oleh : Sugeng Abdullah)
Pengantar :Tulisan
dibawah ini berupa rentetan tahun peristiwa (time line) yang
berhubungan atau dihubungkan dengan kesehatan lingkungan. Sesungguhnya
hanya sebagai umpan bagi pembaca untuk dapat memberikan koreksi dan
tambahan materi dalam rangka menyusun “Sejarah Kesehatan Lingkungan”.
Pembaca
diharapkan dapat berperan aktif dalam diskusi yang digelar via milist
sanitarian_indonesia@yahoogroup.com. Diskusi ini diniatkan sebagai
bentuk kegiatan Peringatan HKN 2010.
A. Umum (di dunia)-
Tahun 3000 sm (Minoa & Kreta) dan 1500 sm (Mesir &
Yahudi) : telah ada pembuangan air limbah, pengaturan air minum, WC
umum.
- Zaman Romawi Kuno : ada semacam IMB, pencatatan hewan piaraan.
- Abad I – VII : mulai memperhatikan lingkungan dalam mengatasi epidemi/endemi penyakit.
- Buku Zon airs, waters and places (Hipocrates, 2400 t yl) : hubungan timbal balik antar penyakit dan lingkungan.
- Abad XVII : beberapa negara di Eropa membuat UU Sanitary Legeslation serta penerapan militery hygiene.
-
Abad XVII : Pada masa ini telah diterapkan lapangan hygiene dan
social medicine. Terjadi gerakan secara besar-besaran bidang kesehatan
masyarakat di Inggris yang disebut Public hygiene.
- Di Perancis lahir sebuah dewan yang bernama : Council of Publick Hygiene (UU 1789 – 1791)
-
Sanitary Condition of The Labouring Population of Great Britain
(Edwin Chadwick, 1842) : Dewan Umum Kesehatan mengontrol kondisi
perumahan, SPAL, air bersih dan tenaga kesehatan.
- Sanitary
Condition of The Labouring Population in New York (John C. Griscom,
1848) dan Report of The Sanitary Commission on Massachussets (Samuel
Shattuck, 1850)
- Di Inggris dibentuk kementrian : Ministri of Pablick Health (1 Juli 1919)
- Gordon dan Le Richt (1950) : teori ekologi untuk menjelaskan peristiwa penyakit.
- Blum (1974) : Planning For Health, Development and Application of Social Change Theory.
-
Perhatian masyarakat yang luar biasa terhadap kasus-kasus
pencemaran lingkungan al. smog di Inggris (1952), Minamata, Jepang
(1973), dll.
- Deklarasi WHO di Alma alta tentang Kesehatan Untuk Semua Tahun 2000
- ……?
- 4 Desember 2006, PBB menetapkan Tahun Sanitasi Internasional 2008
B. Khusus (di Indonesia)
- Tahun 1882 : diundangkannya UU Hygiene oleh Belanda
-
1924 Dinas Higiene dibentuk oleh pemerintah Belanda. Kegiatan
berupa pemberantasan cacing tambang di daerah Banten dengan cara
mendorong rakyat untuk membuat kakus / jamban sederhana. pendirian Rival
Hygiene Work di Banyuwangi dan Kebumen atas prakarsa Rochefeller
Foundation
- 1933 di Banyumas dibentuk organisasi higiene
tersendiri dengan nama Percontohan Dinas Kesehatan Kabupaten di
Purwokerto (Demonstratie Regentschaps Gezondheid Dienst (DRGD)). Dinas
ini terpisah dari Dinas Kuratif yang telah ada sebelumnya. Kegiatan
utamanya adalah pemberantasan cacing tambang yang menekankan anjuran
pembangunan jamban dan perbaikan pelayanan air minum (Bodemen water
verontriniging). Proyek ini mendapat bantuan dari Rockoveller foundation
dengan Professor Hedrick sebagai menegernya.
- 1936
didirikanlah Sekolah Mantri Hygiene atau Hygiene Mantri School (HMS)
bertempat di Purwokerto. Lulusannya dekenal sebagai mantri kakus.
-
1942 – 1947 Lulusan HMS telah disebar ke pelosok jawa dan madura.
Lulusan yang masih tinggal di Purwokerto ditugasi untuk mengajar di
Sekolah Mantri Kesehatan (SMK). SMK merupakan perubahan bentuk dari
HMS. Pada periode ini dr R. Moehtar membentuk Juru Hygiene Desa yang
disebar di seluruh desa di kabupaten Banyumas. Juru Hygiene Desa
diupah /dibiayai oleh desa setempat dengan mendapatkan tanah bengkok
(tanah garapan). Lingkup tugasnya adalah water supply dan latrine
(penyediaan air bersih dan jamban)
- Tahun 1950an Berdiri
institusi pendidikan dibawah Departemen Kesehatan RI yang bernama
Pendidikan Kontrolir Kesehatan di Jakarta dan Surabaya. Institusi ini
mengajarkan materi tentang sanitasi dan kesehatan lingkungan. Lulusannya
langsung diangkat menjadi PNS yang bertugas mengurusi masalah
sanitasi/kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit menular dan
penyuluhan kesehatan.
- 1955 Percontohan Usaha Hygiene dan
Pendidikan Kesehatan Rakyat (PUH / PKR) menjadi bagian dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Banyumas sebagai embrio Seksi Kesehatan Lingkungan.
- 5 September tahun 1955 berdiri Ikatan Kontrolier Kesehatan Indonesia ( IKKI).
-
1956 : adanya integrasi usaha pengobatan dan usaha kesehatan
lengkungan di Bekasi hingga didirikan Bekasi Training Center
-
12 November 1959 : pencanangan program pemberantasan malaria sebagai
program kesehatan lingkungan di tanah air (12 November 1959 : hari
Kesehatan Nasional)
- 1968 : Program Kesehatan Lingkungan masuk dalam upaya pelayanan PUSKESMAS
- 1974 Terbit instruksi presiden ( INPRES) tentang SAMIJAGA (sarana air minum dan jamban keluarga)
-
1975 – 1985an diselenggarakan Crash Training Program Tenaga
Hygiene & Sanitasi dan didirikan Sekolah Pembantu Penilik Hygiene
(SPPH) dibeberapa propinsi. Pesertanya dari lulusan SMA Paspal dididik
dan dipersiapkan untuk menjadi tenaga lini depan proyek SAMIJAGA (Sarana
Air Minum dan Jamban Keluarga).
- 12 April 1980, di Bandung berdiri organisasi Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI)
- 1982 terbit SKN (Sistem Kesehatan Nasional)
- ………………?
-
1999 Visi Indonesia Sehat 2010 dicanangkan dan ditandatangani
Presiden BJ Habibie. Visi Indonesia sehat 2010 secara umum berisi
keinginan agar masyarakat Indonesia berperilaku hidup bersih dan sehat,
berada di lingkungan yang sehat dan memperoleh pelayanan kesehatan yang
adil dan merata.
- Juli 2003 WASPOLA (Water Suply and
Sanitation Policy Formulation and Action Planning) dibawah koordinasi
BAPPENAS melahirkan Kebijakan Nasional Pembanguan Air Minum dan
Penyehatan Lingkungan (AMPL) Berbasis Masyarakat.
- 19-21 November 2007 di Jakarta di selenggarakan Konferensi Sanitasi Nasional (KSN)
Sumber Bacaan :
- Presentasi kuliah Kesehatan Lingkungan oleh Dr. Irwin Aras Bagian IKM/IKK FK-UNHAS
- Presentasi kuliah Dasar Kesehatan Lingkungan oleh Sri Puji Ganefati, SKM., M.Kes, JKL Yogyakarta
- Riwayat Berdirinya SPPH Purwokerto oleh S. Purwanto, MSc, Buletin Keslingmas SPPH Purwokerto.
- Sejarah PKM, Kliping Yayasan Sanitarian Banyumas
- CD Ensiklopedi Hutchinson Reference 2000
- CD Eksiklopedi Encarta Refference Library 2005
- CD Ensiklopedi Ilmu Pengetahuan & Teknologi YASAMAS 2005
Kamis, 03 Oktober 2013
Reduksi Sampah Styrofoam
Sampah styrofoam belum banyak dimanfaatkan. para pemulung juga nyaris tidak tertarik dengan sampah ini karena harganya yang sangat rendah. Apalagi kalau dibandingkan dengan harga eks kemasan air minum botol plastik atau aluminium. Sampah styrofoam ini juga sangat mengganggu estetika atau kesehatan tanah dan badan air.
Styrofoam adalah polistiren,
suatu jenis plastik yang sangat ringan, kaku, tembus cahaya, dan murah. Namun,
bahan tersebut cepat rapuh.Karena kelemahannya tersebut, polistiren dicampur
seng dan senyawabutadien.Hal ini menyebabkan polistiren kehilangan
sifat jernihnya dan berubah warna menjadi putih susu. Kemudian untuk
kelenturannya, ditambahkan zatplasticier seperti dioktilptalat (DOP), butil
hidroksi toluena, atau n-butyl stearat.
Plastik busa yang mudah
terurai menjadi struktur sel-sel kecil merupakan hasil proses peniupan dengan
menggunakan gas chlorofluorocarbon (CFC). Hasilnya adalah
bentuk seperti yang kita pergunakan saat ini.
Bahan-bahan tersebut,
khususnya stiren, larut dalam air, lemak, alkohol, maupun
asam.Semakin lama waktu pendadahan dan semakin tinggi suhu, semakin besar pula
migrasi atau perpindahan bahan-bahan yang bersifat toksik tersebut ke
makanan atan minuman.Apalagi bila makanan atau minuman itu banyak mengandung
lemak atau minyak.Memang toksisitas yang ditimbulkan tidak langsung
tampak.Sifatnya akumulatif dan dalam jangka panjang barulah timbul akibatnya.
Sementara itu, CFC sebagai
bahan peniup pada pembuatan styrofoammerupakan gas yang tidak
beracun dan mudah terbakar serta sangat stabil. Begitu stabilnya, gas ini baru
bisa terurai sekitar 65-130 tahun. Gas ini akan melayang di udara mencapai
lapisan ozon di atmosfer dan akan terjadi reaksi dan menjebol lapisan pelindung
bumi. Akibat jebolnya lapisan ozon, akan timbul efek rumah kaca. Suhu bumi
meningkat, sinar ultraviolet matahari akan terus menembus bumi, sehiugga menimbulkan
kanker kulit.
Diantara upaya untuk memanfaatkan sampah styrofoam adalah dengan memanfaatkannya untuk pembuatan LEM. Lem yang sudah jadi dapat dimanfaatkan untuk penahan panas, peredam kebisingan pada atap seng, anti bocor, dll. Untuk keperluan tersebut dapat dicampurkan dengan bahan lain yang dipungut dari sampah antara lain : sampah, kertas (untuk peredam) atau dicampur dengan semen (untuk anti bocor). Melalui pemanfaatan tersebut sampah styrofoam (minimal) dapat direduksi volumenya. Tekniknya sangat sederhana, yakni hanya dengan melarutkan kedalam bensin / premium.
Untuk pembuatan “Lem Styrofoam” adalah
sebagai berikut :
- Styrofoam
yang sudah bersih dan ukuranya sudah dipecah menjadi lebih kecil dimasukkan
dalam wadah
- Tambahkan bensin premium ke dalam wadah
yang berisi styrofoam secara
perlahan-lahan sambil diaduk.
- Terus aduk dan tambahkan bensin premium
sedikit demi sedikit untuk sampai styrofoamnya
berubah menjadi cairan yang kental.
- Tambahkan terus bensin premium secara
perlahan-lahan sampai mencapai kekentalan yang diinginkan (biasanya perbandingan
bensin :styrofoam = 10 liter :1 Kg)
Sedangan untuk
pembuatan “Lapisan Anti Bocor dari Styrofoam”
adalah sebagai berikut :
- Styrofoam
yang sudah bersih dan ukuranya sudah dipecah menjadi lebih kecil dimasukkan
dalam wadah
- Tambahkan bensin premium ke dalam wadah
yang berisi styrofoam secara
perlahan-lahan sambil diaduk.
- Terus aduk dan tambahkan bensin premium
sedikit demi sedikit untuk sampai styrofoamnya
berubah menjadi cairan yang kental.
- Tambahkan terus bensin premium secara
perlahan-lahan sampai mencapai kekentalan yang diinginkan (biasanya
perbandingan bensin :styrofoam = 20
liter :1 Kg).
- Untuk lapisan anti bocor pada atap rumah
langsung bisa dioleskan pada bagian yang ingin dilapisi.
- Untuk lapisan anti bocor pada tembok rumah
atau beton maka tambahkan semen pada styrofoam
yang sudah mencair dan aduk menjadi adonan yang diinginkan untuk kemudian
dibuat lapisan pada tembok atau beton tersebut (perbandingan styrofoam:bensin:semen = 5:20:5).
- Dengan cara yang sama dapat dibentuk menjadi benda-benda seni atau barang berguna lainnya apabila dicampur dengan bahan pengisi yang lebih beragam.
- Dengan cara yang sama dapat dibentuk menjadi benda-benda seni atau barang berguna lainnya apabila dicampur dengan bahan pengisi yang lebih beragam.
Rabu, 02 Oktober 2013
Mitos Tentang Sanitarian (?)
Harusnya tidak
boleh dipercaya, karena dapat mengakibatkan kemusyrikan. Namun faktanya batu
itu masih tegar dan utuh. Tidak didapatkan penjelasan resmi dari pejabat
setempat, kenapa batu itu dibiarkan utuh pada saat terjadi pekerjaan cut &
fill pembangunan gedung pendidikan Kampus 7 Poltekkes Semarang tahun 2011. Mungkinkah hanya karena alasan
teknis?, atau historis?, ekologis?, estetis? atau malah karena alasan mistis?.
Inilah pertanyaan yang selalu menggelayut bagi para tamu yang berkunjung ke
Kampus 7, ketika melihat batu besar teronggok di sudut utara bangunan gedung
utama yang berlokasi di Jln Baturraden
Km 12 Purwokerto.
Tidak bisa
dipungkiri adanya kemunculan mitos dan cerita mistis, ketika banyak mata yang melihat dua buah alat
berat tak mampu mengusik keutuhan batu tersebut. Demikian juga ketika dua orang
pemecah batu yang biasa menaklukan batu angker, ternyata menyerah setelah
seharian berupaya memecah batu itu. Pemecah batu itu hanya berkomentar “Tidak
berani, meski dibayar mahal”. Beberapa orang tua yang dianggap mengerti muasal
batu itu hanya berpesan “Biarkan saja, jangan diganggu”. Kesan serem semakin
kental bila ditambah lagi dengan pengakuan beberapa pekerja yang merasa
dipangil-panggil seseorang dari arah batu itu, dan setelah didatangi ternyata
tidak ada siapa-siapa.
Barangkali
hanya rekaan atau bualan belaka yang menyatakan bahwa batu itu sebenarnya
adalah “watu petilasan”. Banyak versi
tentang kisah watu petilasan tersebut, salah satu kisahnya adalah tentang Nyi Sani dan Mbah Taryan. Konon dua
orang yang berjenis kelamin berbeda
itu sebenarnya masih kerabat, tetapi
ketika masih kecil hingga remaja
keduanya saling berseteru. Keduanya selalu bersaing, saling mencurigai dan saling mengintai.
Memang, meskipun masih remaja keduanya dikenal kuat dan sakti. Keduanya
terkesan berebut pengaruh dan berebut perhatian di lingkunganya. Teman-teman sebayanya nyaris semua sudah
meninggal dunia ketika ada “Pageblug” (wabah penyakit mematikan).
Nyi Sani dan Mbah Taryan kecil, dahulunya suka
berebut mendahului memanfaatkan batu itu sebagai tempat berjemur pada pagi
hari. Seperti sudah ada perjanjian diantara keduanya. Apabila Nyi Sani sudah
lebih dulu menempati batu itu sebagai tempat berjemur, maka Mbah Taryan kecil akan
mundur atau menanti Nyi Sani kecil selesai berjemur. Demikian sebaliknya.
Kejadian seperti ini terus berlangsung
dalam waktu yang lama. Hingga suatu
ketika keduanya saling “kepethohok” (berpapasan secara tiba-tiba tanpa
menyadari sebelumnya). Keduanya saling bertemu pandang, kemudian saling bentak
dan saling hardik. Keduanya juga ternyata saling terkesan setelah melihat
langsung dari jarak dekat. Singkat cerita,
Selanjutnya keduanya saling
tertarik dan akhirnya Nyi Sani dan Mbah Taryan
remaja sepakat menikah. Dan ritual pernikahannya berlangsung di atas
batu besar itu.
Nyi Sani dan
Mbah Taryan dikenal kuat dan sakti, bukan karena keduanya tidak mempan senjata,
melainkan karena keduanya semenjak kecil tidak pernah sakit. Keduanya dikenal
pintar memberi wejangan pada orang-orang
agar tidak sakit. Orang-orang yang patuh terhadap wejangan Nyi Sani dan
Mbah Taryan ternyata tidak sedikit. Semuanya berhasil tetap sehat, kuat dan tak pernah sakit. Wejangan itu
dikenal sebagai “Laku pitu”. Laku pitu tersebut dituangkan dalam mantera : “Ngising
ngucing, Medang jarang - Madhang pepek, Kudhu brukut - Ranana runtah, Adoh udhud - Idhep awak”. Laku pitu itulah yang secara konsisten diajarkan dan dilaksanakan oleh Nyi Sani dan
Mbah Taryan.
Nyi Sani memang
memiliki perilaku sangat berbeda dengan
kebanyakan orang di zamannya. Beliau selalu perhatian terhadap kebersihan diri
(Idhep awak). Beliau selalu cuci
tangan bila dirasa kotor atau ketika mau makan. Kuku kaki dan tanggannya
terpelihara rapih dan bersih. Rambut dan kulitnya bersih bercahaya, karena
selalu mandi dan keramas secara teratur. Beliau tidak pernah membuang ludah di
sembarang tempat. Beliau selalu buang
air besar dengan cara seperti kucing (ngising
ngucing), yakni kotoranya selalu dikubur dan ditempat agak tersembunyi. Ketika
itu kebanyakan orang buang air besar di sungai atau di sembarang tempat. Nyi
Sani juga selalu minum air yang direbus (medang
jarang), juga ketika untuk mandi. Sementara kebanyakan orang selalu minum
air secara langsung tanpa direbus
terlebih dahulu. Demikian juga soal makan, beliau selalu menerapkan pola menu yang beragam (madhang pepek).
Mbah Taryan juga
memiliki kebiasaan istimewa, sangat berbeda dengan kebanyakan laki-laki pada
zamanya. Beliau sangat menghidari asap tembakau (adoh udhud), beliau tak pernah merokok. Padahal pada zaman itu
semua laki-laki pasti merokok. Kalau bepergian bertamu, Mbah Taryan selalu
membawa “ilir” (kipas) dan tongkat sapu lidi. Tujuan utama membawa kipas adalah
untuk mengusir asap tembakau yang mendekatinya, disamping untuk mendapat kesejukan saat suasana gerah
atau panas. Mbah Taryan sangat tidak
suka kalau melihat lingkungan sekitar kotor.
Kadang-kadang, bahkan tanpa ijin empunya, apabila mendapati lingkungan
kotor atau halaman rumah yang dikunjungi
bertamu banyak sampah berserakan Mbah Taryan langsung beraksi. Tongkat
sapu lidinya di urai dan digunakan untuk menyapu. Prinsip yang beliau pegang
teguh dan selalu dilaksanakan adalah lingkungan harus bersih dari sampah (tidak
ada sampah = ranana runtah).
Nyi Sani dan
Mbah Taryan juga memiliki kebiasaan selalu melidungi diri dari kemungkinan
gangguan alam. Meski sederhana, rumah
panggungnya terkesan luas, terang, kering dan bersih. Dinding dan atapnya
dibuat rapat dan tidak terlihat adanya tikus,
laba2 atau serangga lainnya.
Keduanya selalu menggenakan pakaian yang nyaris komplit dan lengkap
untuk melidungi dari terik matahari, gigitan serangga atau terpaan angin. Oleh
karenanya beliau berdua sering berpesan : “Men waras ya kudhu brukut” (kalau ingin sehat ya harus brukut). Brukut dapat diartikan sebagai keadaan serba
lengkap dan rapat serta terlindungi, baik untuk
cara berpakaian ataupun untuk
rumah dan perlengkapan lainnya.
Nyata benar,
bahwa kekuatan dan kesaktian Nyi Sani dan Mbah Taryan didapat dari konsistensi
laku pitu. Seiring dengan berjalannya
waktu,nama Nyi Sani jauh lebih kesohor
dibandingkan dengan Mbah Taryan. Mbah Taryan
sama sekali sudah tidak merasa tersaingi, karena nyatanya Nyi Sani juga sudah menjadi istri yang baik dan
menyenangkan bagi dirinya. Keduanya juga sudah bersepakat untuk sepenuhnya
mengabdi bagi masyarakat agar tidak terkena penyakit. Beliau berdua ingin agar wejangan laku pitu
dilaksanakan oleh semua semua orang,
sehingga bisa kuat dan sakti.
Nyi Sani
sudah terkenal ke segala penjuru arah mata angin, sehingga
banyak masyarakat yang ingin bertemu dan memperoleh wejangan secara langsung
dari beliau. Tidak diketahui secara
pasti, mengapa Nyi Sani dalam memberikan wejangan selalu berada diatas batu besar itu. Kebetulan di kampung tempat tinggal
beliau ada beberapa nama yang panggilannya sama. Ada Sanikem, ada Sanimah,
ada Sanirah, ada marSani, dan lain-lain, semuanya dipanggil “ Nyi Sani atau
Nini Sani”. Kemudian untuk memudahkah memberi arah tempat tinggal Nyi Sani yang
dimaksud kepada para tamu yang
mencarinya, maka masyarakat setempat menyebut “Nyi Sani Taryan”. Penyebutan dengan nama itu
terasa sangat lazim dan tepat karena Nyi Sani adalah istri Mbah Taryan.
Hampir
dipastikan Nyi Sani Taryan selalu
mengajak tamunya dan
memberikan wejangannya diatas batu besar itu. Akhirnya banyak yang
menduga bahwa wejangan laku pitu akan
terpatri kuat karena adanya pancaran aura
dari batu itu. Lama-kelamaan dengan semakin tua usia Nyi Sani Taryan, tamu yang bertandang ke rumah beliau
memanggilnya dengan “Mbah Sani Taryan”. Demikian juga masyarakat sekitar,
memanggil beliau juga dengan sebutan yang sama, “Mbah Sani Taryan”. Dalam
beberapa kesempatan Mbah Sani Taryan menyatakan bahwa wejangan laku pitu harus
di tularkan kepada semua orang. Beliau
menyatakan juga bahwa tugas menyebarkan wejangan laku pitu sudah
mendekati selesai.
Beberapa hari
kemudian, terjadilah berita
menghebohkan. Mbah Sani Taryan tiba-tiba
menghilang bersama suaminya. Rumah tempat tinggalnya juga mendadak menjadi
seperti tanah pekarangan biasa. Memang
sebelumnya pernah ada yang mengaku dipamiti oleh Mbah Sani Taryan, yang katanya
akan pergi untuk waktu yang sangat lama. Mbah Sani Taryan memang tidak punya
keturunan alias tidak punya anak, tetapi suatu ketika pernah berpesan :
“Meskipun saya tidak punya anak, tetapi saya akan banyak memiliki cucu. Yaitu siapapun yang belajar dan menyebarkan wejangan laku pitu
otomatis menjadi cucu saya. Diantara cucu saya mereka akan saling tertarik dan
menikah”.
Sepeninggal
Mbah Sani Taryan, beberapa orang yang merasa rindu dengan wejangannya,
seringkali mendatangi batu besar yang biasa digunakan oleh beliau. Kesaksian
penduduk setempat mengaku melihat orang yang
rindu dan sengaja bersemedi di batu
besar itu terakhir terjadi pada tahun 1975an.
Batu besar yang merupakan bekas (jawa : tilas) tempat favorit bagi Mbah
Sani Taryan itu kemudian lebih dikenal
sebagai “Watu Petilasan Mbah Sani
Taryan”
Barangkali
sebuah kebetulan. Awal tahun 80an, areal
Watu Petilasan Mbah Sani Taryan ini
dipilih oleh Departemen Kesehatan RI sebagai tempat untuk mendidik
tenaga Sanitasi. Lama pendidikan saat itu hanya satu tahun. Ilmu yang di
ajarkan mirip dengan wejangan laku pitu, yakni penyehatan air, penyehatan makan,
penyehatan udara, penyehatan tanah dan sampah, pengendalian vektor dan
pemberdayaan masyarakat. Lulusannya disebut Sanitarian (mirip dengan nama mbah
Sani Taryan). Sekarang para Sanitarian lulusan
dari pendidikan sanitasi di area Watu
Petilasan Mbah Sani Taryan telah bekerja di seluruh wilayah Indonesia.
Sekarang
ini area Watu Petilasan Mbah Sani Taryan
telah menjelma menjadi Kampus 7 Politeknik Kesehatan Semarang. Batu besar yang
dikenal sebagai Watu Petilasan Mbah Sani Taryan kini masih tetap utuh dapat dilihat oleh siapa
saja. Barangkali hanya sebuah kebetulan juga. Mereka yang
belajar di tempat ini banyak yang saling
tertarik dan kemudian menikah (ya seperti pesan Mbah Sani Taryan itu).
Pemeriksaan Flouride
Teori
Flourida sangat penting
kaitanya dengan karies gigi. Kadar F dalam air pada umumnya berkisar 1 – 1,5
mg/l. Dalam kasus tertentu kadar F dalam air dapat mencapai 3 mg/l. WHO menyatakan
bahwa kadar F dalam air minum tidak boleh lebih dari 1,5 ppm.
Alat
-
Tabung nesler
-
Pipet ukur
-
Timbangan analitik
Bahan
-
Larutan
standar NaF
-
Asam
Zirkonium Alizarin
-
Larutan
Natrium Thiosulfat 0,1N
-
Aquades
Cara Kerja
-
Buatlah
larutan Satandar NaF, dengan cara melarutkan 0,0221 gram NaF dalam 1000 ml
aquades. 1 ml larutan ini mengandung 0,01 mg florida (sebagai F)
-
Buatlah
reagen Asam Zirkonium Alizarin dengan cara
melarutkan 0,3 gram Zirconium Oxychlorida ATAU 0,25 gram Zirconium
Oxynitrate dalam 50 ml aquades. Buat
larutan 0,07 gram Alizarin Sodium Monosulfonat
dalam 50 ml aquades, kemudian tuangkan
pelan-pelan kedalam larutan Zirconium sambil terus di kocok.
-
Buatlah
larutan Natrium Thiosulfat 0,1N dengan cara melarutkan 25 gram Na2S2O3.
5H2O dalam 1000 ml aquades.
-
Siapkan air sampel
bebas Chlorine dengan menambahkan
larutan Natrium Thiosulfat 0,1N .
-
Buat warna standar. Masukkan Larutan standar NaF kedalam
enam buah tabung nessler, masing-masing 1, 2, 3, 5, 7, 9, 11 ml. Tambahkan
5 ml Asam Zirkonium Alizarin kedalam
masing-masing nessler
-
Siapkan 100
ml sampel bebas chlor dalam tabung nesler, kemudian tambahkan 5 ml Asam
Zirkonium Alizarin. Kocok secara hati-hati.
-
Banding warna
yang terbentuk setelah satu jam, dengan warna standar. Catat ml NaF dalam warna
standar.
-
Hitung kadar
Flouride, dimana F = 0,01 x Jml larutan standar NaF (mg/l)
Langganan:
Postingan (Atom)