Menolak penguburan jenazah korban covid19 adalah tindakan tidak manusiawi. Ulama, Kyai, Ustadz sudah menjelas secara gamblang, bahwa meninggal karena wabah adalah mati syahid akhirat.
Dalih bahwa penguburan jenazah dapat menularkan penyakit melalui pencemaran (air) yang ditimbulkan terlalu mengada-ada. Pemerintah sudah menetapkan prosedur penguburan yang aman.
Secara teoritis (mengacu E.G. Wagner & J.Lanoix), jika penguburan sesuai dg prosedur tersebut, maka tidak mungkin terjadi pencemaran tanah dan air. Teorinya, pencemaran air tanah oleh pencemar biologis maksimal 11 meter secara horisontal dan 3 meter secara vertikal (meresap kebawah). Inilah yg kemudian menjadi patokan jarak septik tank dengan sumur minimal 10 meter.
Virus bisa dikategorikan sebagai pencemar biologis. Oleh karenanya jarak aman penguburan minimal 10 meter ke sumber air atau badan air. Ada yang berpendapat bahwa virus adalah protein bukan mahluk hidup, sehingga dikategorikan sebagai pencemar kimia. Sesuai teori tersebut juga bahwa jarak maksimum pencemaran kimia adalah 95 meter. Sehingga jarak penguburan yg ditetapkan pemerintah (500m) sudah sangat aman.
Demikian halnya dalih bahwa kuburan jenazah covid19 dapat mencemari lingkungan udara, harus ditolak. Tak ada dasar logika dan teorinya sama sekali. Tidak mungkin virusnya merangkak naik ke permukaan tanah, kemudian terbang tertiup angin. Lagi pula virusnya sudah mati oleh desinfektan yang sudah disemprotkan. Bahkan virus akan mati jika inangnya sudah mati. Covid19 inangnya manusia, maka jika manusianya mati, jaringan-selnya mati, maka virus juga ikut mati.
Dengan demikian, menolak penguburan jenazah covid19 dengan dalih akan mencemari dan menularkan penyakit, adalah tindakan yang tidak bertanggung jawab.